Yogyakarta--Bahasa
Jawa yang digunakan sebagai komunikasi di Yogyakarta justru jarang
digunakan di hotel, terutama kelas bintang. Kenyataan itu membuat
prihatin General Manager Puri Artha Hotel, Gatot Syahputra Sukimo. Maka,
ia mewajibkan karyawan dan mengajak tamu berbahasa Jawa di lingkungan
hotelnya.
"Orang Jawa malah seringnya bertutur dengan bahasa lain. Apalagi kalau sudah masuk hotel. Maka saya yang bukan asli Jawa justru ingin bahasa Jawa digunakan terus untuk komunikasi," kata Gatot, Ahad 7 Oktober 2012.
Gatot lahir di Jakarta dan dari keluarga Banten tergelitik belajar Bahasa Jawa. Para karyawan yang orang Jawa seringnya bertutur dengan bahasa Indonesia. Padahal, di hotel yang ornamennya terdiri dari rilief dan hiasan khas Jawa seharusnya juga diberi nuansa lebih yaitu penggunaan bahasa Jawa dan semua karyawan berpakaian adat Jawa khusus di hari Sabtu.
Karyawan pria wajib memakai surjan, jarik dan blangkon. Karyawan perempuan juga wajib memakai kebaya di hari Sabtu. Berbahasa Jawa pun diutamakan dengan bahasa Jawa kromo (halus). Bagi yang tidak bisa berbahasa Jawa, harus belajar dan berusaha semaksimal mungkin menggunakan bahasa Jawa yang sudah diketahui.
Ia menambahkan, para tamu dari luar Yogyakarta, terutama yang dari luar pulau namun aslinya orang Jawa, ada rasa kerinduan untuk berbahasa Jawa setiap bertemu dengan orang di Yogyakarta.
"Banyak orang asli Jawa yang lama tinggal di pulau lain dan tidak pernah berbahasa Jawa. Maka ada kerinduan tersendiri untuk menggunakan bahasa keluarga mereka itu," kata dia.
Selain itu, para karyawan juga harus tahu makna rilief atau lukisan Ramayana misalnya. Sehingga tidak hanya menjadi hiasan tetapi ada yang bisa menjelaskan makna lukisan atau rilief itu. Juga alat-alat musik tradisional seperti gamelan, siter dan lain-lainnya terpajang dan dimainkan saat-saat momen tertentu.
Menurut Lidwina Dinta, Public Relation Puri Artha Hotel, saat tamu hotel masuk, ada sapaan "sugeng enjang, sugeng siang, dan sugeng ndalu". Para tamu dari mancanegara pun banyak yang tertarik dengan istilah dan bahasa Jawa. Sehingga perlu memasyarakatkan bahasa Jawa kepada para tamu.
"Karyawan justru lebih fasih berbahasa Inggris karena ada English Day setiap Senin, tapi kami membuat Jogja Day dengan nuansa Jawa, baik berbahasa maupun berpakaian supaya lebih fasih dari bahasa lain," kata dia. (tempo.co)
"Orang Jawa malah seringnya bertutur dengan bahasa lain. Apalagi kalau sudah masuk hotel. Maka saya yang bukan asli Jawa justru ingin bahasa Jawa digunakan terus untuk komunikasi," kata Gatot, Ahad 7 Oktober 2012.
Gatot lahir di Jakarta dan dari keluarga Banten tergelitik belajar Bahasa Jawa. Para karyawan yang orang Jawa seringnya bertutur dengan bahasa Indonesia. Padahal, di hotel yang ornamennya terdiri dari rilief dan hiasan khas Jawa seharusnya juga diberi nuansa lebih yaitu penggunaan bahasa Jawa dan semua karyawan berpakaian adat Jawa khusus di hari Sabtu.
Karyawan pria wajib memakai surjan, jarik dan blangkon. Karyawan perempuan juga wajib memakai kebaya di hari Sabtu. Berbahasa Jawa pun diutamakan dengan bahasa Jawa kromo (halus). Bagi yang tidak bisa berbahasa Jawa, harus belajar dan berusaha semaksimal mungkin menggunakan bahasa Jawa yang sudah diketahui.
Ia menambahkan, para tamu dari luar Yogyakarta, terutama yang dari luar pulau namun aslinya orang Jawa, ada rasa kerinduan untuk berbahasa Jawa setiap bertemu dengan orang di Yogyakarta.
"Banyak orang asli Jawa yang lama tinggal di pulau lain dan tidak pernah berbahasa Jawa. Maka ada kerinduan tersendiri untuk menggunakan bahasa keluarga mereka itu," kata dia.
Selain itu, para karyawan juga harus tahu makna rilief atau lukisan Ramayana misalnya. Sehingga tidak hanya menjadi hiasan tetapi ada yang bisa menjelaskan makna lukisan atau rilief itu. Juga alat-alat musik tradisional seperti gamelan, siter dan lain-lainnya terpajang dan dimainkan saat-saat momen tertentu.
Menurut Lidwina Dinta, Public Relation Puri Artha Hotel, saat tamu hotel masuk, ada sapaan "sugeng enjang, sugeng siang, dan sugeng ndalu". Para tamu dari mancanegara pun banyak yang tertarik dengan istilah dan bahasa Jawa. Sehingga perlu memasyarakatkan bahasa Jawa kepada para tamu.
"Karyawan justru lebih fasih berbahasa Inggris karena ada English Day setiap Senin, tapi kami membuat Jogja Day dengan nuansa Jawa, baik berbahasa maupun berpakaian supaya lebih fasih dari bahasa lain," kata dia. (tempo.co)
Post a Comment