Sejarah
Bermula dari kepedulian pimpinan harian Kompas, yaitu Bp. PK Ojong dan
Bp. Jakob Oetama, terhadap kebudayaaan terutama bidang seni rupa, yaitu
sekitar tahun 1970-an. Kompas banyak mengkoleksi lukisan, keramik, dan
benda-benda antik lainnya yang kemudian benda-benda koleksi Kompas ini
dikelola oleh GM Sudarta, karikaturis Kompas. Kemudian, untuk mewadahi
benda-benda koleksi ini didirikan Gramedia Art Gallery tahun 1974 di
Pintu Air, Jakarta. Gallery inilah yang sebenarnya menjadi cikal bakal
Bentara Budaya kemudian hari.
Tahun 1982, toko buku Gramedia di Jl. Jendral Sudirman 56 Yogya pindah
tempat ke sebelahnya (No. 54). Bekas toko Gramedia ini kosong, dan
direncanakan akan dijadikan toko roti . Namun, setelah pimpinan Kompas
melihat ada ruang kosong di Yogya maka cita-cita lama untuk membuat
sebuah lembaga kebudayaan akhirnya mendapatkan tempatnya. Akhirnya,
bekas toko tersebut dijadikan Bentara Budaya, sebuah lembaga kebudayaan
milik kelompok Kompas Gramedia.
Pada tanggal 26 September 1982 mulailah sejarah bentara budaya bergulir.
Acara pertamanya adalah pameran lukisan tradisional karya Citra Waluyo
dari Solo dan Sastra Gambar dari Muntilan.
Misi & Visi
Sebagai utusan Budaya, Bentara Budaya menampung dan mewakili wahana
budaya bangsa, dari berbagai kalangan, latar belakang, dan cakrawalan
yang mungkin berbeda. Balai ini berupaya menampilkan bentuk dan karya
cipta budaya yang mungkin pernah mentradisi ataupun bentuk-bentuk
kesenian massa yang pernah populer dan merakyat Juga karya-karya baru
yang seolah tidak mendapat tempat dan tak layak tampil di sebuah gedung
terhormat. Sebagai titik temu antara aspirasi yang pernah ada dengan
aspirasi yang sedang tumbuh, Bentara Budaya siap bekerja sama dengan
siapa saja.
Pendiri dan Penyokong Dana
Bentara Budaya sepenuhnya didirikan oleh harian Kompas dan didukung dana oleh Kelompok Kompas Gramedia.
Ide Dasar Pendirian
Pada tahun 1980-an, Yogyakarta sebagai Kota Budaya yang mempunyai
ratusan seniman seni rupa, ternyata hanya memiliki ruang pamer yang
minim, yaitu taman Budaya Yogyakarta dan Karta Pustaka. Meskipun ada
Seni Sono tetapi sudah mulai ditinggalkan karena sudah dipakai Gedung
Negara. Maka sudah sepantasnyalah Yogyakarta memiliki satu gedung
pameran baru untuk menampung karya-karya senimannya. Untuk itu,
berdirilah Bentara Budaya yang merupakan lembaga nonprofit.
Perkembangan Kota Yogya
Ternyata, sampai saat ini setelah 23 tahun mengabdi pada kota Yogyakarta
dalam bidang seni budaya, masih banyak yang ingin bekerja sama dengan
Bentara Budaya. Hal ini membuktikan bahwa ruang pamer di kota Yogyakarta
masih sangat minim dibandingkan dengan jumlah seniman yang ada di
Yogyakarta.
Sepuluh tahun terakhir ini banyak bermunculan galeri-galeri baru, tetapi
tampaknya juga sudah mulai menghilang lagi. Memang tidak mudah
mengelola sebuah galeri kalau tidak didukung dana yang kuat dan
manajemen yang tertib.
Memang sudah seharusnya Yogyakarta memiliki sebuah galeri seni rupa yang
besar setara dengan Galeri Nasional, Jakarta, di mana di sana terpajang
karya-karya masterpiece seni rupa Indonesia. Sehingga kota ini dapat
berbangga diri menunjukkan karya-karya senimannya kepada turis, baik
domestik maupun internasional.
Acara-Acara BBY
Pameran lukisan, foto, grafis, patung keramik, seni tradisional :
Setrika Lawasan, Radio Lawasan, Keramik Kuno, Lampu Kuno, Jam Kuno,
Penggeli Hati, Pawukon, Tjap Petruk, Pameran Wuwungan, Ning Tem bok,
Celengan Malo; putar film bulanan, diskusi buku, pentas kesenian
tradisional.
Mekanisme
Bentara Budaya Yogyakarta dan Jakarta masing-masing memiliki seorang
Koordinator Pelaksana dan dipimpin oleh seorang Direktur Eksekutif yang
bekedudukan di Jakarta. Selain itu ada pula Dewan Kurator. Dewan Kurator
menentukan acara-acara yang berlangsung di Bentara Budaya. Untuk itu,
semua proposal yang masuk dibahas dalam Rapat Dewan Kurator.
sumber : http://www.bentarabudaya.com
Home »
kesenian jogja
» Lembaga Bentara Budaya Yogya
Lembaga Bentara Budaya Yogya
Written By : Redaksi on Monday, December 17, 2012 | 9:36 PM
Labels:
kesenian jogja
Post a Comment