Jogja - Polemik internal Pura Paku Alaman mencuat kembali dengan
rencana pengajuan gugatan ke PTUN dan MK oleh kubu KPH Anglingkusumo
menyikapi keputusan DPRD DIY Nomor 44 Tahun 2012 yang dinilai cacat
hukum.
"Keputusan tentang Gubernur dan Wakil Gubernur DIY itu cacat hukum
sehingga kami akan mengajukan gugatan ke PTUN dan MK. Langkah kami ini
merupakan upaya menegakkan UU Keistimewaan Yogyakarta," kata Kuasa Hukum
KPH Anglingkusumo di Ryo Ramabaskara di Yogyakarta, Selasa.
Dalam keputusannya, DPRD DIY menetapkan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X
dan KGPAA Paku Alam (PA) IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Menurut dia, keputusan DPRD tersebut batal demi hukum karena tidak
sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Keistimewaan DIY karena menetapkan KPH Ambar Kusumo sebagai Wakil
Gubernur DIY dan bukan KPH Anglingkusumo yang seharusnya berhak atas
tahta sebagai Paku Alam.
Kata "yang bertahta" dalam menetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY
seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keistimewaan, lanjut dia,
telah disalahartikan oleh DPRD DIY.
"Mereka menggunakan pendekatan lain untuk menentukan siapa yang akan menjabat Wakil Gubernur DIY," katanya.
Sementara itu, adik KPH Anglingkusumo, KGPH Widjojokusumo mengatakan,
draf gugatan tersebut masih disusun, namun segera diserahkan ke PTUN dan
MK dalam waktu dekat.
Sebenarnya KGPH Widjojokusumo sebagai Penghageng Kawedanan Kasentanan
Pura Pakualaman versi KPH Anglingkusumo, berniat menggelar pertemuan di
Gedong Purworetno Komplek Pura Paku Alaman terkait rencana penyampaian
gugatan ke PTUN dan MK.
Namun, rencana tersebut gagal karena KGPH Widjojokusumo tertahan di
depan gerbang Pura Paku Alaman. Ia sempat melakukan aksi dorong
mendorong dengan Kelompok Paksi Katon yang berjaga di dalam pura sebelum
akhirnya harus menyampaikan pendapatnya di depan gerbang Pura Paku
Alaman.
Ketua Kelompok Paksi Katon Muhamad Suhud mengatakan, bahwa mereka
menjalankan tugas untuk mengamankan aset budaya, termasuk Pura Paku
Alaman.
Ia mengatakan, pengamanan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Edaran
Nomor 596/05/IX/12/WS dari Penghageng Kawedanan Hageng Kasentanan
Kadipaten Pura Paku Alaman Ngayogyakarta.
"Dalam surat edaran itu dinyatakan, bahwa pemanfaatan aset milik
Keprabon Kadipaten Paku Alaman harus atas izin dari Penghageng Kawedanan
Hageng Kasentanan Kadipatan Pakualaman, yaitu KPH Tjondrokusumo. Jika
tidak ada izin, maka siapapun tidak diperbolehkan menggunakan aset yang
ada," katanya.
Suhud menyayangkan sikap KGPH Widjojokusumo yang tidak mengajukan izin ke KPH Tjondrokusumo untuk pemanfaatan Gedong Purworetno.
"Jika ada itikad baik, tentunya akan diizinkan," katanya.
Ia mengatakan, penjagaan di Pura Paku Alaman tersebut akan dilakukan
hingga proses pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY selesai
dilangsungkan.
(jogja.antaranews.com)
Post a Comment